Pusat Aqiqah Cimahi Bandung Barat

Kamis, 24 April 2014

Bagaimana Hukum Aqiqah setelah Kita Dewasa

Kami sebagai pengelola aqiqah sering mendapatkan pertanyaan dari masyarakat tentang hukum aqiqah ketika dewasa. Memang banyak sekali diantara kita belum melaksanakan aqiqah, mungkin karena belum sempat, belum mampu atau pemahaman yang belum lengkap tentang aqiqah ketika kita lahir dulu. Nah, kami akan mengulasnya sesuai dengan SMS dari jama'ah

 

Pertanyaan :

Bismillah, Assalamau’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Maaf Ustadz, saya mau bertanya mengenai Hukum Aqiqah.
Sewaktu kecil saya belum melaksanakan aqiqah,  apakah setelah dewasa sekarang harus melaksanakan aqiqah juga? Bagaimana hukumnya jika aqiqah tersebut dilakukan ketika telah dewasa??
Terimakasih atas jawabanya.

Dessy 08766152xxx

Wa ‘alaikumussalam

Aqiqah Untuk Diri Sendiri Setelah Dewasa

Bismillah

Pertama, aqiqah hukumnya sunah muakkad (ditekankan) menurut pendapat yang lebih kuat. Dan yang mendapatkan perintah adalah bapak. Karena itu, tidak wajib bagi ibunya atau anak yang di aqiqahi untuk menunaikannya.
Jika Aqiqah belum ditunaikan, sunah aqiqah tidak gugur, meskipun si anak sudah balig. Apabila seorang bapak sudah mampu untuk melaksanakan aqiqah , maka dia dianjurkan untuk memberikan aqiqah bagi anaknya yang belum diaqiqahi tersebut.

Kedua, jika ada anak yang belum diaqiqah  bapaknya, apakah si anak dibolehkan untuk meng-aqiqahi diri sendiri?

Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Pendapat yang lebih kuat, dia dianjurkan untuk melakukan aqiqah.

Ibnu Qudamah mengatakan, “Jika dia belum di-aqiqahi sama sekali, kemudian balig dan telah bekerja, maka dia tidak wajib untuk mengakikahi dirinya sendiri.”

Imam Ahmad ditanya tentang masalah ini, ia menjawab, “Itu adalah kewajiban orang tua, artinya tidak wajib mengakikahi diri sendiri. Karena yang lebih sesuai sunah adalah dibebankan kepada orang lain (bapak). Sementara Imam Atha dan Hasan Al-Bashri mengatakan, “Dia boleh mengakikahi diri sendiri, karena aqiqah itu dianjurkan baginya, dan dia tergadaikan dengan akikahnya. Karena itu, dia dianjurkan untuk membebaskan dirinya.”

Sementara menurut pendapat kami, aqiqah disyariatkan untuk dilakukan bapak. Oleh karena itu, orang lain tidak perlu menggantikannya….” (Al-Mughni, 9:364).

Pembahasan Lainnya :
Ibnul Qayim mengatakan, “Bab, hukum untuk orang yang belum di-aqiqah-i bapaknya, apakah dia boleh meng-aqiqah-i diri sendiri setelah balig?” Al-Khalal mengatakan, “Anjuran bagi orang yang belum di-aqiqah-i di waktu kecil, agar mengakikahi diri sendiri setelah dewasa.” Kemudian ia menyebutkan kumpulan tanya jawab dengan Imam Ahmad dari Ismail bin Sa’id Al-Syalinji, ia mengatakan, “Saya bertanya kepada Ahmad tentang orang yang diberi tahu bapaknya bahwa dia belum diakikahi. Bolehkah meng-aqiqah-i diri sendiri?” Imam Ahmad menjawab, “Itu adalah kewajiban bapak.” Dalam kitab Al-Masail karya Al-Maimuni, ia bertanya kepada Imam Ahmad, “Jika orang belum di-aqiqah-i, apakah boleh dia akikah untuk diri sendiri ketika dewasa?” Kemudian ia menyebutkan riwayat aqiqah  untuk orang dewasa dan ia dhaifkan. Saya melihat bahwasanya Imam Ahmad menganggap baik, jika belum diaqiqahi waktu kecil agar melakukan aqiqah setelah dewasa. Imam Ahmad mengatakan, “Jika ada orang yang melaksanakannya, saya tidak membencinya.”

Setelah membawakan keterangan di atas, Syekh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan, “Pendapat pertama yang lebih utama, yaitu dianjurkan untuk melakukan akikah untuk diri sendiri.  Karena aqiqah sunah yang sangat ditekankan. Bilamana orang tua anak tidak melaksanakannya, disyariatkan untuk melaksanakan aqiqah tersebut jika telah mampu. Ini berdasarkan keumuman banyak hadis, diantaranya, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
كل غلام مرتهن بعقيقته تذبح عنه يوم سابعه ويحلق ويسمى
“Setiap anak tergadaikan dengan akikahnya, disembelih pada hari ketujuh, dicukur, dan diberi nama.”

Diriwayatkan Imam Ahamd, Nasa’i, Abu Daud, Turmudzi, dan Ibn Majah, dari Samurah bin Jundub radliallahu ‘anhu dengan sanad yang shahih.

Termasuk juga hadis Ummu Kurzin, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memberikan aqiqah bagi anak laki-laki dua kambing dan anak perempuan dengan satu kambing. Hadis ini diriwayatkan Imam Ahamd, Nasa’i, Abu Daud, Turmudzi, dan Ibn Majah. Demikian pula Tirmudzi meriwayatkan yang semisal dari Aisyah. Dan ini tidak hanya ditujukan kepada bapak, sehingga mencakup anak, ibu, atau yang lainnya, yang masih kerabat bayi tersebut.”
(Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 26:266)

Walahu'alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar